MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN
Tak terasa hari ini adalah tanggal 15 rajab 1437H. Sebentar lagi
kurang lebihnya 1 bulan setengah lagi akan dipertemukan kembali dengan bulan
yang suci bulan yang penuh dengan ampunan yaitu bulan Ramadhan, sepatutnya kita
harus bersyukur karena masih diberi umur panjang untuk berlomba lomba mencari
ampunan dan barokah di bulan puasa nanti, Allah Ta’ala telah
mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas sebagian lainnya, sebagaimana Dia
mengutamakan sebagian manusia di atas sebagian lainnya dan sebagian tempat di
atas tempat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ
لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia
kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”
(QS al-Qashash:68).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di atas,
beliau berkata, “(Ayat ini menjelaskan) menyeluruhnya ciptaan Allah bagi
seluruh makhluk-Nya, berlakunya kehendak-Nya bagi semua ciptaan-Nya, dan
kemahaesaan-Nya dalam memilih dan mengistimewakan apa (yang dikehendaki-Nya),
baik itu manusia, waktu (jaman) maupun tempat”.
Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan dan istimewakan dibanding
bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu dilaksanakannya
kewajiban berpuasa yang merupakan salah satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala memuliakan
bulan yang penuh berkah ini dan menjadikannya sebagai salah satu musim besar
untuk menggapai kemuliaan di akhirat kelak, yang merupakan kesempatan bagi
hamba-hamba Allah Ta’ala yang
bertakwa untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri
kepada-Nya.
Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya
dilipatgandakan amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang agung,
di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka.
Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang
ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu
menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat radhiyallahu
‘anhum akan
kedatangan bulan yang penuh berkah ini.
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira
kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan,
Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan
itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu
terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik
dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan
malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”.
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata,
“Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya
pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin
bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya
pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira
ketika para setan dibelenggu?”.
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan
Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka mencapai bulan yang mulia
ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang
yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya
(para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama)
enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian
mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima
(amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”.
Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama
salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh
berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan
serta keridhaan dari Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka akan
merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang sempurna
dari amal kebaikan mereka. Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar):
kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah”.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan
memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan
makan sahur dan balas dendam ketika
berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara Televisi yang
lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan,
itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang
dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan
ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan
sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai
dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena balasan
kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna
atau tidaknya, tergantung dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya dan jauh
atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Sungguh
seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat, tapi tidak dituliskan baginya
dari (pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali sepersepuluhnya,
sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya,
seperempatnya, sepertiganya, atau seperduanya”.
Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda, “Terkadang orang
yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja.
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan
Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk
mencapai takwa kepada Allah Ta’ala, yang hakikatnya adalah kesucian jiwa dan
kebersihan hati. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga bagi seorang
muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa” (QS al-Baqarah:183).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang
beriman dan memerintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang
berarti menahan (diri) dari makan, minum dan hubungan suami-istri dengan niat
ikhlas karena Allah Ta’ala (semata),
karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa,
serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati) dan semua tingkah
laku yang tercela”.
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan
unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah puasa, sebagai berikut:
– Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang
diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa makan, minum, berhubungan
suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan
meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).
– Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan)muraqabatullah (selalu
merasakan pengawasan Allah Ta’ala), maka dia meninggalkan apa yang
diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu (melakukannya), karena dia
mengetahui Allah maha mengawasi (perbuatan)nya.
– Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang
dilalui) setan (dalam diri manusia), karena sesungguhnya setan beredar dalam
tubuh manusia di tempat mengalirnya darah, maka dengan berpuasa akan lemah
kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang tersebut.
– Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada
AllahTa’ala), dan amal-amal
ketaatan merupakan bagian dari takwa.
– Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan
berpuasa) maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu
menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian dari takwa.
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan
membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya
sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tanpa
adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim
menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat)
sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala (manusia)
pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan bagi
tubuhnya”.
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan
puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam
hadits yang shahih menamakan bulan puasa dengan syahrush shabr (bulan kesabaran). Bahkan Allah
menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat ganda tanpa batas, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal (shaleh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan
(pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali
lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas),
karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan
ganjaran (kebaikan) baginya”.
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{إِنَّمَا
يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan
(ganjaran) pahala mereka tanpa batas” (QS az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa
dengan sifat sabar dalam ucapan beliau,“Sabar itu ada tiga macam: sabar dalam
(melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang
diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak
sesuai dengan keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya)
terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena (dengan) berpuasa (kita harus) bersabar
dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semua keinginan
syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam
(menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya badan yang dialami orang
yang berpuasa”.
Penutup
Demikianlah nasehat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan,
semoga bermanfaat bagi semua orang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta
memberi motivasi bagi mereka untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan yang
penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam perlombaan untuk meraih
pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh mengisi bulan
Ramadhan dengan ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada setiap malam (di bulan
Ramadhan) ada penyeru (malaikat) yang menyerukan: Wahai orang yang menghendaki
kebaikan hadapkanlah (dirimu), dan wahai orang yang menghendaki keburukan
kurangilah (keburukanmu)!”.
وصلى الله وسلم وبارك على
نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
0 komentar:
Posting Komentar